• Serah Terima Amanah

    Serah Terima Amanah dari Syah Azis Perangin Angin (Ketua FLP Semarang 2011 - 2014) kepada Muh. Hafidz Nabawi (Ketua FLP Semarang Periode 2014 - 2016). Semoga dapat membawa FLP Semarang menjadi lebih baik. Amin...

  • Pelantikan Pengurus Wilayah FLP Jateng di Semarang

    Pelantikan Pengurus FLP Wilayah jawa tengah di SDIT Cahaya Bangsa Semarang. Semoga amanah ya... Amin..

  • Open Recruitmen Anggota FLP SMG

    Berpose setelah selesai mengikuti Rekrutmen Anggota Baru FLP Semarang... Ayo, Tunjukkan Orange-Mu.. Menanti karya Flpers Semarang... Semoga makin produktif... Amiin..

Wednesday, December 14, 2011

PENGARANG SUDAH MATI?



Saat langit merah menyala diufuk timur, ayam jantan baru saja berkokok riang dan kumandang iqomat telah diperdengarkan di pagi buta ini. Diskusi kecil-kecilan ba'da sholat subuh berjama'ah disebuah Surau kecil di Jl. Tegalsari RT 05 / RW VIII bersama Pak Gol A Gong, Kang Agus M Irkham dan Syah Aziz. 

Awalnya selepas sholat Pak Gong berdiri dihalaman musholla, aku Kang Agus dan Aziz mendekati beliau lalu penulis berambut gondrong yang gondrongnya kalah panjang dengan rambutku memulai perbicangan seru mengenai literasi. Pak Gong dengan gaya khasnya mampu menyulut api yang membara dalam dada kami, seperti demikian parahkah dunia yang sedang kita hadapi sekarang ini?

Sunday, December 4, 2011

Sanggar Kreatif I FLP Semarang

Oleh: Lihazna
Penggiat Sastra FLP Semarang

Peserta Sanggar Kreatif I FLP Semarang


Minggu, 27 November 2011, Forum Lingkar Pena Cabang Semarang mengadakan sebuah forum kepenulisan. Forum yang diberi nama Sanggar Kreatif Lingkar Pena ini dilaksanakan di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) yang berlokasi di Jalan Sriwijaya, Semarang. Sanggar Kreatif ditujukan untuk para penggiat pena yang ingin menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan.

LOMBA RAKYAT MENULIS MEMPEREBUTKAN GAJAH MADA AWARD 2012

LOMBA RAKYAT MENULIS MEMPEREBUTKAN GAJAH MADA AWARD 2012

Writer University (WU) memfasilitasi aspirasi rakyat dalam menyuarakan Anti Korupsi, penindakkan secara tegas terhadap para koruptor, serta penghapusan budaya korupsi di negeri ini. Rakyat tahu, kesengsaraan dan penderitaan yang mendera penghidupan mereka tidak akan pernah berhenti ketika Indonesia Doyan Korupsi.
Tema yang diangkat :
1) Satu Koruptor, Satu Peti Mati
2) Mimpi Indonesia Tanpa Korupsi
3) Korupsi, Antara Hobi dan Ketamakan
4) Katakan Tidak Pada Korupsi
5) Haruskah Maling dibela

Catatn Idul Adha: Menilik Kembali ‘Pengorbananku’


Kaderisasi FLP Semarang
Takbir telah dikumandangkan semalaman hingga pagi ini. Orang-orang beramai-ramai melangkahkan kaki ke tempat-tempat penyelenggaraan sholat Ied, termasuk aku. Masjid yang ku tuju dekat dengan rumah, jadi tidak membutuhkan waktu lama untuk ke sana. Timbul pertanyaan dalam hatiku. Di mana bentuk pengorbananku?
Sudah 22 tahun usiaku dan setahun lebih masa kerjaku, tetapi belum sekalipun aku ikut ‘menyumbangkan darah’ untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lembar demi lembar yang ku dapat ibarat segelas air yang jatuh di gersang pasir. Semua hilang tanpa sisa. Untuk urusan mata, perut, dan dahaga sosialita. Terbersit pertanyaan dalam kepalaku, pengorbanan harta macam apa yang bisa aku pertanggungjawabkan pada-Nya?

Wednesday, November 16, 2011

Undangan Sanggar Kreatif FLP Semarang (I)

Assalamu 'Alaikum Wr. Wb.

Diharapkan kehadiran seluruh anggota FLP Semarang pada Sanggar Kretaif FLP Semarang (I) yang diadakan pada:
Hari / Tanggal: Ahad, 27 November 2011
Tempat          : Halaman Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang
                       Jl. Sriwijaya No 27 Semarang
                       (antara Perwil - Wonderia)
Waktu           : Pkl. 08.30 - 12.00 Wib
Agenda         : Sanggar Kreatif FLP Semarang (I)
                       Pembagian Kelompok Forum Kreatif
                       Diskusi Sastra                       
                       Pendataan Ulang Anggota FLP Semarang
                                               

NB:
Berhubung akan diadakan pendataan ulang anggota FLP Semarang, seluruh anggota diminta:
  1. Mengisi Form Registrasi yang bisa didowload DI SINI,
  2. Membawa photo 2 x 3 sebanyak 2 lembar
  3. Membawa karya terbaru yang belum dipublikasikan di media massa.
Dikumpulakan kepada Div. Kaderisasi FLP Semarang melalui ketua Ranting.

Wassalam,
Ketua FLP Semarang 2011 - 2013



Syah Azis Perangin Angin

Tuesday, November 15, 2011

Menggagas Fikih Lingkungan Hidup

Oleh: Syah Azis Perangin Angin
(Anggota FLP Semarang - Magister Ilmu Lingkungan Undip)

Isu lingkungan akhir-akhir ini hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Bukan hanya dari kalangan scientist tapi juga agamawan khususnya Islam. Berbagai diskusi di sana-sini digelar untuk memberi respons terhadap kerusakan lingkungan yang semakin memprihatinkan. Isu yang paling banyak diperbincangkan adalah tentang global warming dan climate change. Betapa tidak, masyarakat secara luas sudah merasakan dampak kedua fenomena ini secara nyata. 

Islam yang merupakan agama yang tidak hanya mengatur hubungan manusia pada bidang ibadah secara vertikal dengan Allah juga secara horizontal hubungan manusia dengan sesama manusia dan pastinya mengatur hubungan manusia dengan alam semesta. Hal ini tentu saja karena sifat Islam yang merupakan rahmat bagi semesta alam.

Saturday, November 12, 2011

Tidak Takut Gagal


Oleh: Syah Azis Perangin Angin
 
Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Berpasang-pasangan bukan hanya ada pada jenis manusia sebagai laki-laki atau perempuan. Perasaan manusia pun berpasang-pasangan ada susah ada senang, ada rajin ada juga malas. Memang sifat hati seperti itu. Hati dalam bahas Arab disebut “Qolbun”, artinya adalah berbolak-balik. Barangkali inilah sifat dasar hati kita yang kadang-kadang membuat kita tidak teguh pendirian.

Termasuk pengalaman hidup, ada sukses ada juga gagal. Betapa banyak usaha dalam hidup ini yang setiap hari kita lakukan hasilnya tidak akan lepas dari dua kemungkinan di atas, SUKSES atau GAGAL.

Thursday, November 10, 2011

Senandung Syukur dalam Gemuruh Takbir

Oleh. Raddy Ibnu Jihad*
Sekretaris FLP Semarang 2011 - 2013

Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar
Laa ilaaha illallaahu Allaahu Akbar…
Allahu Akbar Wa Lillaahilhamd…

Gema takbir menggema membelah angkasa raya. Menyerukan semangat akbar kepada Sang Maha Akbar. Angin berhembus menyahut….
Pepohonan ikut berdzikir mengagungkan kuasa-Nya. Gemuruh takbir mengangkasa menyelimuti bumi….

Sebuah hari yang bukan sekedar ritual tahunan belaka, melainkan ritual suci yang dipersembahkan kepada yang Maha Suci. Bercermin dari dua kekasih Allah yang begitu taat dan ikhlas dalam menjalankan titah suci-Nya. Penuh kelapangan, keridhoan, serta keikhlasan penuh yang menyelimuti hati. Nabiyullah Ibrahim a.s. dan Nabiyullah Ismail a.s.

Tuesday, November 8, 2011

Cerita Idul Adha: Soto Ayam dan Idul Adha


Oleh: Syah Azis Nangin
Penggiat Sastra FLP Semarang

Ketika terdengar kata "Idul Adha" pastinya akan terlintas di benak kita sapi, domba atau kambing. Mengapa tidak, Islam telah mensyariatkan kepada umatnya untuk menyembelih hewan tersebut setelah selasai sholat id. Dan hampir di setiap masjid atau musholla di seluruh dunia menyelenggarakan hal itu, kemudian dibagi-bagikan kepada umat Islam khususnya fakir miskin seraya mengingatkan kita kepada peristiawa rencana penyembelihan Nabi Ismail a.s. oleh ayahnya Nabi Ibrohim a.s. yang kemudian digantikan Allah dengan seekor kibas.

Tapi berbeda dengan diriku. Setiap kali hari Raya Idul Qurban yang terlintas di benakku adalah Soto Ayam. Entah kenapa. Setelah selesai melaksanakan Shalat Id terlintas di benakku untuk memburu Soto Ayam.

Monday, November 7, 2011

Cerita Idul Adha: My Lost Idul Adha


Oleh: R Fahra Nisa,
Nama pena dari Eri Fintiati, Penggiat Sastra FLP Semarang, kini tinggal di Tegal.

Tiap malam ke sepuluh di bulan Dzulhijjah, aku selalu teringat akan peristiwa itu. tepatnya 10 tahun yang lalu saat itu aku masih berada di bangku SMP. Saat itu  aku dan teman-teman yang mengaji di masjid Al-Huda (masjid di desaku) tengah merayakan Idul Adha dengan berkeliling kampung membawa obor sembari melantunkan kumandang takbir. Aku dapat merasakan nuansa indah dan kesejukan dalam jiwa. Gerimis rintik-rintik yang jatuh dari langit tak sedikit pun menyurutkan langkah kami untuk terus bergerak dan bertakbir mengumandangkan asma-Nya. subhanallah, walhamdulillah, wa Laa ilaa haillallah, Allahuakbar!
Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar
laa ilaa ha illallahu Allahuakbar
Allahuakbar wa lillahilhamd.

Sungguh kumandang takbir itu selalu membuat jantungku berdebar. Kala sore menjelang, malam datang, dan pagi pun menyeruak, seluruhnya dihiasi dengan kumandang takbir yang menggetarkan.

2011, kebiasaan takbir keliling membawa obor itu kini seakan lenyap tak berbekas, namun kenangan indah itu Insya Allah akan terus menghujam dalam jiwa. Semoga suatu saat, kegiatan itu akan kembali dilaksanakan. Amin

Senin, 7 November 2011

Cerita Idul Adha: "Kebersaman yang Hilang, Kebersamaan yang Datang"


Oleh: Arif Mahrus Shoffa
(Penggiat Sastra FLP Semarang)

Gema takbir telah berkumandang membahana di setiap penjuru angin yang kudengar di sekitar desaku, semalam setelah ikut Takbiran di musholla sampai jam 22:30 WIB, aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Aku ingin menghemat tenaga, soalnya besok pagi mau ada kegiatan bareng teman-teman ORSPEK (Organisasi Pemuda Kampek). Sudah setahun ORSPEK berdiri, sejak didirikan bulan Juni setahun yang lalu, kini ORSPEK sudah mulai menggeliat untuk bangkit dan mengadakan kegiatan lagi.
Setiap Hari Raya Idul Adha tiba, momen untuk menyaksikan kegiatan penyembelihan kurban sangat berarti bagiku dan teman-temanku. Sejak kecil kami selalu menikmati saat-saat untuk memotong daging kurban, membagikannya, sisanya kami buat sate bersama-sama.

Cerita Idul Adha: ~nothing special today --"~


Oleh: Syifa Azmy Khoirunnisa,
(Penggiat Sastra FLP Semarang)

Pagi ini tidak seperti biasanya. tumben aku terbangun jam tiga subuh. tapi bukannya bangun, sholat malam, aku malah berusaha sekuat tenaga untuk dapat memejamkan mataku lagi. entah itu karena efek serangan sakit kepala malam harinya atau apalah aku tak tahu. setelah mencoba kembali tidur, lagi-lagi aku terbangun. kali ini pas ketika waktu subuh telah tiba. aku pun beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu. Dan selesai sholat subuh, aku sama sekali tidak mendengar alunan takbir di sekitarku. Benarkah ini hari Raya Idul Adha? Mengapa Sepi? Mana suara takbir yang selalu menyemarakkan suasana hari raya? Aku sangsi. bukannya segera mandi, aku malah membuka laptopku, kuplay al-matsurat pagi, dan online deh.. Siapa tahu ada orderan di pagi hari ini. Hehe.

Tepat pukul 05.30, teman-teman kontrakanku belum ada yang terbangun juga. Aku paling malas membangunkan orang, apalagi menyuruh-nyuruh mereka untuk sholat. Bukan apa-apa.. Karena kurasa sudah saatnya kedewasaan mengiringi tingkatan komitmen ibadah juga, bukan? Tidak lagi seperti adikku yang tiap subuh, tiap waktunya sholat harus selalu kuingatkan (jika mamahku sedang pergi). Aaahh entahlah. yang jelas begitulah aku. Angkuh mungkin. Tidak peduli sesama mungkin juga. terserah apa kata orang. karena aku tetaplah aku. EGOIS xP

Ketika pandanganku sedang berselancar di tengah lautan batik, hapeku bergetar. Ooh ada sms ternyata, dari temanku, Tiara. Intinya dia menanyakan rencana dia akan sholat ied bersama kami. Setelah bersms ria dengan Tiara, barulah aku tergerak untuk mandi.

Akhirnya seselesainya aku mandi, teman-temanku sudah terbangun semua. Mereka bergantian mandi. Pagi tadi kami terburu-buru berangkat ke masjid karena kami memang sudah kesiangan, dan benar saja.. Sesampainya di masjid kami kebingungan mencari lahan kosong. Pojokan yang tersisa setengah sajadah pun jadi, daripada sholat di tangga *ngarang banget deh.

"Syif, kau tidur?" kata Tiara membuatku tertegak ketika ada yang numpang lewat saat khutbah. "Iya, tapi masih bisa mendengar kok." Jawabku. Aku mengantuk? Bukan. Aku hanya ingin menutupkan mukenaku pada wajahku dan menunduk. Aku merasa sepi. Dalam hati aku bertanya-tanya "Adikku Sholat Ied dengan siapa jika aku di sini? -- ooh aku baru ingat sekarang kan ene (nenek) ada di rumahku, jadi tak mungkin mamah dan suaminya pergi lebaran di tempat lain meninggalkan adikku. syukurlaah..." Pergulatan seperti itu lah yang terjadi dalam hatiku. Aku bukan sedang merasa sepi karena Idul Adha kali ini aku di Semarang, jauh dari keluarga, tidak ada daging sapi, kambing atau apalah. Bukan itu yang aku pikirkan. Karena hal semacam itu sudah sangat lama terkubur dalam-dalam -dalam- diriku. Mungkin itu sejak dua tahun yang lalu, tiga tahun yang lalu, atau kapan tepatnya entahlah aku tidak ingat. Bahkan sangat tak pantas untuk kuingat. Aku hanya sedang merasa kehilangan adikku. Aku merindukannya ternyata. "Apa kabar kau, De? jadi gak lomba ngaji mewakili kecamatannya?" aahh sungguh aku ingin menanyakan hal itu langsung padanya, tidak melalui mamahku. 

Pulangnya, aku, Isna, dan Khas mengambil jalan yang berbeda dengan jalan ketika kami berangkat. Aku berbicara seperti ini, "pergi dan pulang dengan jalan yang beda dimaksudkan supaya kita lebih banyak bersilaturahmi dengan orang-orang. Tapi jika kenyataannya kita tetap saja seperti ini, hanya bertiga saja gimana? ah sudahlah." sepertinya memang sudah menjadi kecenderungan mahasiswa bersikap seperti itu. hanya menumpang tinggal di tempat orang untuk menuntut ilmu (kuliah) tanpa peduli pada sekitarnya. hmm...

Sampai di kontrakan... Allah memang Maha Adil. Dia tahu bahwa keuanganku sedang sekarat. Hahaa... Pagi tadi alhamdulillah telah terjadi transaksi yang lumayan besar. Insya Allah labanya cukup untuk makan seminggu :) maka langsung kukeluarkan motorku, kupanaskan dia, dan aku langsung tancap gas ke ATM untuk transfer ke toko batik.

Di jalan menuju pulang, aku melihat sekilas prosesi penyembelihan sapi di masjid tempat aku dan teman-teman solat tadi. Subhanallaah... Beruntung nian orang yang sudah bisa berkurban. Seekor sapi itu kelak bisa menjadi kendaraannya ketika melintasi jembatan sirotol mustaqim. Aku bergumam dalam hati untuk menyemangatiku, ~insya Allah aku tahun depan bisa berkurban :)~ 

Tidak sampai 20 menit aku sudah kembali lagi ke kontrakan. Sambil sibuk smsan dengan pelanggan, kulihat teman-teman sedang menonton film kartun islami. Dalam hati ingin sih ikut menonton. Tapi tempatnya sangat tidak PW (posisi wenak) untuk menonton bersama bagiku. Aku pun lebih memilih untuk bermesraan dengan kasurku lagi ditemani novel Ranah 3 Warna. Ahahaa... oh iya sempat sebelum aku masuk kamar, aku melemparkan candaan -mungkin sindiran- pada teman-teman yang sedang menonton, "tumben insyaf?" Wkwkwk... kayak sendirinya sudah insyaf saja. Padahal aku sama sekali tidak lebih baik seujung kuku pun dari mereka. please forgive me, friends...

Dengan membaca Ranah 3 Warna, alhamdulillah aku bisa tersenyum dan tertawa. apalagi kalau ditambah rasa syukur atas rejeki hari ini, dan rasa senangku karena adikku tahun ini bisa ber-idul adha dengan mamah, nikmatnya berbagi empat helai roti tawar dengan temanku, makan bersama mereka -tak ada daging, pecel pun jadi-. 
maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang akan kau dustakan? 
Alhamdulillaaaaah, Yaa Robb.... Terima kasih atas berkah-Mu hari ini :))

~but today is totally super special :)~  (si Famysa, besok UTS lagi)

Saturday, November 5, 2011

Mengembalikan Spirit yang Hilang




Judul                : Meremas Sampah Menjadi Emas
Penulis              : Ekky Malaky, Afifah Afra, dkk.
Penerbit            : Afra Publishing, Kelompok Penerbit Indiva Media Kreasi, Solo.
Cetakan           : 1, Oktober 2008
Tebal                : 208 Halaman

Keputusasaan merupakan penyakit yang banyak dihidap oleh manusia. Saya tidak tahu apakah putus asa itu merupakan penyakit jiwa yang harus diobati di rumah sakit jiwa atau harus datang kepada psikiater. Penyakit ini juga dapat mengidap segala usia dan profesi. Mengapa? Karena setiap orang pasti pernah menemukan kegagalan dalam berbagai dimensi dan bidang. Gagal mendapatkan istri, gagal mencari pekerjaan, gagal dalam pernikahan, gagal dalam bisnis, gagal sekolah, dan masih banyak bentuk kegagalan yang tidak mungkin dirinci satu persatu. Dan kegagalan-kegagalan itu memiliki potensi putus asa bagi yang mengalami kegagalan dalam usaha mereka.

Sehingga, kegagalan itu perlu dikelola agar tidak putus asa. Namaun dalam mengelola setiap kegagalan, dibutuhkan kesabaran dan kecerdasan yang tinggi supaya tidak putus asa. Karena kita yakin bahwa Allah akan memberikan hikmah atas segala kejadian atau musibah yang menimpa. Semuanya tergantung pada kita, apakah kita mau dan mampu memetik hikmah itu. Dan dapat menjadikannya sebagai pelajaran yang berharga untuk meraih kesuksesan luar biasa baik di dunia maupun di akhirat. Apabila kita tidak cerdas dalam mengelola masalah maka yang terjadi hanyalah tekanan, keputusasaan, stress atau bahkan sampai gila. Huh…! Na’udzu billah min dzalik...

Oleh karena itu, sangat baik bagi kita untuk membaca buku “Meremas Sampah Menjadi Emas” sebagai pelajaran hidup untuk menjadi lebih baik. Terutama bagi mereka yang sedang mengalami kegagalan dalam usaha yang sedang ditekuni. Secara psikologi, orang yang mengalami kegagalan cenderung kecewa dan putus asa, sehingga kekecewaan itu perlu diarahkan menuju ke hal-hal positif dan optimis. Pada akhirnya akan menghasilkan buah yang sangat manis.

Buku tersebut ditulis oleh Ekky El-Malaky, dkk dalam Forum Lingkar Pena (FLP). Buku tersebut merupakan goresan pengalaman yang tidak pernah mereka inginkan dalam menjalani kehidupan atas setiap kegagalan yang pernah dialami. Namun dengan kecerdasan yang dimiliki mereka mampu memanfaatkannya untuk mengelola setiap masalah sehingga mampu memetik hikmah mutiara dari setiap kegagalan. Juga terlalu banyak contoh orang-orang besar yang berhasil karena kegagalan yang melanda.

Buku ini disusun atas 8 (delapan) bagian sesuai dengan berbagai masalah yang pernah dihadapi. Di bagian pertama pembaca disuguhi dengan beberapa kiat menemukan hikmah dari masalah sekolah. Pada bagian kedua berisi kiat menemukan hikmah dari masalah cinta. Di bagian ketiga berisi tentang kiat menemukan hikmah dari masalah keuangan. Bagian keempat memaparkan kiat menemukan hikmah dari masalah pekerjaan. Pada bagian kelima menguraikan kiat menemukan masalah dari masalah keseharian. Bagian keenam berisi kiat menemukan hikmah dari masalah hubungan sosial. Bagian ketujuh berisi tentang kiat menemukan hikmah dari masalah kesehatan. Dan pada bagian terakhir berisi kiat menemukan masalah dari masalah ruhiyah. Kemudian ditutup dengan pemaparan biografi seluruh penulis yang sekarang telah menjadi orang besar setelah menemui kegagalan-kegagalan.

Secara fisik, buku ini cukup bagus dengan ukuran yang standar. Di dalamnya juga disertai dengan ilustrasi gambar pada setiap halaman judul. Dilayout dengan menarik serta memberikan kutipan penting pada setiap cerita. Tak lupa dengan design cover yang menarik hati pembeli untuk sehingga mereka penasaran. Sebagai catatan yang perlu diperhatikan dari buku ini adalah terlalu banyak ditemukan penulisan tanda baca yang salah. (nangin)

Thursday, November 3, 2011

A Trip to Ali's Wedding Party


Oleh: Adisaputra Nazhar
Ka. FLP Ranting Tembalang, Kadiv. Karya Fiksi FLP Semarang


Semarang (Ahad, 23/10/2011). Pagi yang cerah ketika malam harinya diguyur hujan, rintik-rintik air jatuh ketika awan tidak kuat lagi menampung beban yang memberatkannnya.  Ketika rapat rapat kerja dan pelantikan pengurus FLP Semarang akan digelar pagi ini. Tepat 7.30 dari waktu yang dijadwalkan, aku menggelindingkan roda kendaraanku menuju masjid Al-Huda di Perumda Temabalang Baru, persis berserberangan jalan dengan kampus Politeknik Negeri Semarang, kampusku dulu, di man aku menghabiskan waktu tiga tahun lamanya di sana.


Siang sehabis Zhuhur di Masjid Al-Huda di Perumda Tembalang Baru. Hujan turun membasahi permukaan bumi yang sejak lama tidak ia sambangi. Kami Adisaputra Nazhar, Syah Aziz, Roh Agung, Bambang Setyawan, Titi Rohmah, Siti Muawanah, Ropiq Hidayat, Caswitin Arif Mahruz, Syifa Azmy, dan Asep ketika itu harus terjebak hujan dan menunggu sekian lama hingga hujan ini reda. Ada yang aneh dengan hujan kali ini, jika melihat jauh ke timur di mana tujuan kami kesana begitu terang, awan putih pekat menyelubungi sebagian Kota Semarang, tetapi di Tembalang hujan dengan awan hitam legam.

“Hallo akh,” kata Agung dalam panggilan telpon, ia menelpon “sesuatu” untuk menanyakan “sesuatu”. “Di Pucang Gading hujan kah?”

Meski langit kini mendung hitam hujan kian deras, tetapi karuan saja wajah akh Agung jadi cerah. “Di Genuk, Kali Gawe sana tidak hujan,” begitu katanya dengan merona. Hehehee...

“Ya sudah ayo lekas, pakai jas hujannya. Kita berangkat, nanti dijalan juga reda sendiri,” begitu kata Syah Aziz ketua FLP Semarang yang baru dilantik, asupan semangat karena telah dibait tadi masih ditunjukkannya meski hujan.

Aku berdiri di bawah guyuran hujan, teman-teman yang lain berteduh hanya aku yang hujan-hujanan dengan memakai jas hujan lengkap, di sana juga ada ukhti Wiwik yang memakai payung. “Ada-ada saja orang satu ini, ternyata sudah sedia payung sebelum hujan, tetapi kalau naik motor?! payung tidak ada gunanya,” gumamku dalam hati.

Ketika semua telah siap berangkat dan niat sudah terpatri dalam hati, sepertinya hati kami akan berteriak, “BERANGKAATTTT!!!!”. Motor sadah starter, mesin sudah menggebu-gebu sudah ingin melah. Dan....na layau! Hujannya reda, haruskah aku bersyukur untuk keadaan ini? ya sudah, lupakan! Kita berangkat.

Tujuh motor melaju meninggalkan “pos” menuju stasiun pompa bensin terdekat. Maklum, meski hari mendung gini, motor kami lagi “haus” minta diisi bensin. Hehehee... Piss akh. Ketika akan menuju pom bensin, Wawan dan Asep pamit untuk berangkat duluan karena harus mampir dikos teman mereka, janjinya adalah kita bertemu lagi di simpang tujuh Kudus.

Kini tinggal enam motor berjalan beriringan dengan tujuan Kota Kretek demi memenuhi undangan dari mantan perjaka ting-ting sekaligus mantan ketua FLP Semarang, akh Ali Margosim.

Rintangan pertama yang harus kami lalui adalah turunan terjal Sigar Bencah dengan badan jalan yang bergelombang setelah itu melewati jalan sempit ditepi jurang yang curam dengan tebing terjal di atasnya (#lebayy.com). Lepas dari sana, perjalanan kini membelah daerah perumahan yang memang berjubel di sana. Daerah Meteseh, Kedung Mundu, Ketileng dan Klipang memang diperuntukkan sebagai lokasi pemukiman. Dipertigaan didepan SLB Semarang, ada kecelakaan tunggal di mana dua orang remaja putri terjatuh setelah melewati jalan licin habis hujan. Akh Aziz yang ada di barisan depan mencoba untuk menolong kedua remaja itu, tetapi kucegah dan meminta agar semua kembali melanjutkan perjalanan. Sudah ada yang dua orang pria yang menolong mereka, lagipula RSUD dekat dari lokasi tersebut. Masalahnya kita sedang berpacu dengan waktu untuk secepatnya sampai ke Kudus, menurut prediksiku perjalanan ini akan memakan waktu dua jam ke depan.

 Laju menderu membelah jalan-jalan aspal yang basah, dua tiga kelokan tajam kami sudah sampai di RSUD Ketileng. Suhu di jalan kala itu bikin gerah para pengemudi. Aspal yang terpanggang panasnya matahari selama enam jam, kalau tidak salah suhu aspal itu mencapai 70˚ C saat panas terik (kata dosenku sih gitu, terserah pembaca mau percaya atau tidak, kalau saya sih percaya saja, kalau tidak ya alamat bakal jeblok nilai ujianku). Kembali ke aspal (#bukan “asli apa palsu” atau abal-abal, ini kita bahas aspal jalan raya). Ok dilanjut, ketika hujan menerpa bumi dan membasahi jalanan, maka udara panas akan terpancar keluar dari aspal jalan, inilah penjelasan ilmiahnya dan juga sifat dari batu alam adalah lambat menyerap panas dan lambat juga melepaskan panas, kira-kria berbanding terbaliklah dengan aluminium dan tembaga.

Kenapa ini jadi malah membahas aspal jalan? ok simak baik-baik kisah selanjutnya.

Beberapa meter dari RSUD sampai di pertigaan Kedung Mundu, kami memilih jalan lurus. Aku sebagai penunjuk jalan, memimpin rekan-rekan melintasi jalan Fatmawati sampai di ujung jalan jalan besar yang mengarah ke Purwodadi. Dari pertigaan itu, kemudi stang kuarahkan ke kiri, menunggu lampu lalu lintas menyala hijau kemudian berbelok kekanan melintasi Jalan Arteri Soekarno Hatta, jika terus ditelusuri jalan ini akan mengelilingi Kota Semarang dari arah utara dan berakhir di Bundaran dekat Indraprasta. Tetapi tujuan kami bukan kesana, hanya dua ratus meter kedepan kami berbelok, kulirik di plank hijau diatas  tertulis “GENUK” kemudian ada tanda panah ke kanan. Kukira hanya sekejap saja kami merasakan halusnya jalanan empat lajur dan dua jalur dengan terdapat median jalan ditengahnya.

Setelah pertigaan dari Jalan Arteri tadi, kini kami menyusuri jalan kecil, tapi tidaklah layak disebut sempit. Jalan terdapat dua lajur tanpa median jalan tersebut kurasa sudah layak jika dibandingkan dengan jalan lintas provinsi di Sumatera. Bangetayu, begitulah nama kelurahan dimana kami berada sekarang.

Kini hujan turun lagi, lampu sein kunyalakan sebagai tanda aku akan menepikan tungganganku. Kulirik lima motor dibelakangku juga turut melakukan hal yang sama, menepi untuk memakai kembali jas hujan yang telah dilepas. Gerah..., siapa yang tahan?!

Tidak membutuhkan waktu lama bagiku untuk mengenakan kembali jas hujan, hanya bajunya saja karena celananya masih kukenakan. Oh ya, ada yang lucu jika membahas jas hujan, akh Isnadi teman seperjalananku yang bertindak sebagai goncenger, nebeng atau apalah, yang penting dia bukan penumpang (secara gitu lho, ane bukan supirnya kale...).

Apa sih yang lucu?

Gini gue ceritaian, kita flash back dulu ke belakang, sesaat sebelum berangkat. Akh Isnadi ini dapat pinjaman rain coat dari ukhti Muawannah, karena cuma satu, jadi dibagi dua bersama Syifa. Nah Syifa karena perempuan dapetnya rain coat bagian rok, sedangkan bajunya ada di akh Isnadi.

Jrengg!!

Ketika jas itu hendak dipakai, wah ternyata sobek-sobek dan tidak layak pakai sama sekali, tetapi terpaksa dipakai, daripada basah? Gimana, pilihannya tidak banyak, hujan ketika itu turun deras sekali. Akhirnya akh Isnadi berpakaian “gembel” itu ikut membonceng di belakangku, tapi tidak hanya beberapa jenak saja ia mengenakan “pakaian kebesarannya”, (#ini bukan pakaian kebesaran seperti punya Raja, tetapi sobeknya itu lho yang kebesaraan, hahahaaa... piss akh Isnadi.

“Kenapa dilepas akh?” tanyaku.

“Panas,” begitu jawabnya ngeles, tetapi aku tahu maksudnya, tetapi ini rahasia kita berdua ya akh.

Tadi ceritanya sudah sampai mana? Oh ya di Kelurahan Bangetayu sedang hujan.

Singkat saja, aku sudah mengenakan jas hujan kembali. Perseneling sudah kumasukkan ke gigi satu, motor kugas untuk siap melaju. Tetapi.... aku iba akan sesuatu, akh isandi tidak mengenakan apa-apa untuk berlindung dari gempuran hujan ini, kulihat ada jas hujan nganggur dimotorku.

“Pake jas hujan akh?” tawarku sembari menggodanya.

“Gak usah,” katanya cepat langsung tanggap.

Tak sempat kulihat ekspresi wajahnya waktu itu, hanya dari intonasi suaranya saja sudah membuatku geli. Kali aku harus menahan tawa, tetapi sedari tadi aku menahannya, kapan mau tertawa kalau begini?? Ya sudahlah, hujan pasti akan reda akh, gumamku dalam hati. Saran saya antum berdendang lagu dangdut saja akh sepanjang perjalanan kita, heheheaa “.... baju satu kering dibadan....”.

Supra X-125D tungganganku dengan no. polisi BE 6353 MF kembali memimpin perjalanan, aku ada dibarisan depan lagi, teman-teman jauh tertinggal. “Pakai jas hujan apa mau kondangan mbak? kok gitu lamanya,” gerutuku dalam hati. Jika ditelaah ulang lagi dan dipikir secara matang, wajar jika mereka lama, coz aku lupa kalau kita ini sedang berangkat kondangan. Eh tapi, tunggu-tunggu... masa pake jas hujan saja harus dandan?

Bangetayu.... sesaat nama itu mengganggu konsentrasiku berkendara.

“Rumah ust. Anif itu ada didekat sini,” kata akh Isnadi sesaat sebelum roda kendaraanku menggelinding menyusuri jembatan layang yang melintasi jalan rel kereta api.

Iya benar, pantas aku seperti tidak asing dengan nama kelurahan ini, ternyata kami sedang melintas di kampung halaman senior kami di FLP, Habiburahman el Shirazy.

“Rumahnya belok kiri sebelum jembatan,” tambahnya lagi.

“Antum pernah ke rumah beliau akh?”

“Pernah beberapa kali.”

Melintas diatas jembatan layang, menapaki ketinggian, dalam rinai hujan sekilas rona mataku menangkap pemandangan sudut Kota Semarang yang padat oleh pemukiman disepanjang bantalan rel kereta. Jika hari cerah, laut biru dapat terlihat jelas dari atas jembatan ini.

“Akh, sebentar... ada sms dari ukhti Mua,” kata akh Isnadi seraya menepuk pundakku perlahan.

Sosok yang dimaksud akh Isnadi itu adalah Siti Muawannah. Biasanya nama panggilan itu ada di nama depan, tetapi Ibu Ketua Ranting Ngaliyan ini akrab dipanggil “Mua”, dia sepertinya nyaman dengan panggilan tersebut. Khusus untuk anak-anak FLP, ia “haramkan” memanggil dengan panggilan “Siti”, yang jadi masalah itu ada di Ikhwan. Terkadang nama itu ditambahi oleh akh Aziz dkk, menjadi “Siti Kusnari”. Semua orang yang mendengar nama itu untuk pertama kalinya tidak akan menemukan kejanggalan, tetapi jika ditelaah dengan metode frase, dua kata itu seperti ber-homonim, preet! “Siti Kusnari” akan sama penyebutannya tetapi berbeda akan berbeda makna jika ditulis,” Si tiKus nari”. (Piss ah untuk ukhti Siti, ups! Salah... ukhti Mua).

“Apa katanya?” tanyaku sambil melepas gas motor dan laju kendaraanku mulai melambat

“Katanya mereka ketinggalan jauh.”

“Bisanya?”

“Gak tahu, lebih kita tunggu saja.”

Aku menyanggupi, motor kutepikan ketika telah melewati sebuah dua buah tikungan zig-zag, berbahaya menghentikan kendaraan di jalan menikung.  Bila kita berhenti ditikungan, dikhawatirkan akan terserempet oleh kendaraan lain yang melintas, ini akibat pengarauh gaya sentrifugal yang dihasilkan kendaraan ketika berbelok arah. Biasanya arah laju kendaraan tidak bisa sepenuhnya dibawah kendali si pengemudi, karena ada gaya luar yang bekerja. (#Nah kalau bingung dengan apa itu gaya sentrifugal, coba buka-buka lagi buku fisika SMA atau search di google ya.)

Sejenak menunggu, akh Aziz melintas dengan senyum yang sumringah, meski memakai helm, ia tidak lalai dengan ciri khasnya ini. “Tin..tin!” ia ngebel sebegai isyarat, kami melambaikan tangan memintanya untuk terus melanjutkan perjalanan.

Hanya selisih tiga motor, menyusul Beat hitam dengan plat R. Ukhti Totti terlihat sedang asyik memacu tunggangannya meliuk-liuk dipadatnya lalu lintas. Syifa yang menyadari kehadiran kami, gak tahu si Totti melihat kami atau tidak yang jelas ia tidak sedikitpun memperlambat laju motornya ketika melintas persis dibatang hidungku.

Terpaut jarak yang cukup jauh dari rombongan Aziz, Ropiq sudah terlihat dari balik tikungan, lalu menyusul pasangan “emas” akh Mahrus dan akh Agung. Dua orang ini bisa dibilang pasangan yang kontroversial, cara berbocengannya itu lho yang bikin gak tahan, mana tahan?

Dua motor sudah melintas, selang berapa menit, tidak jua ada tanda-tanda kehadiran Revo hitam plat AA yang membawa ukhti Mua dan si Wiwik. Lama menunggu tidak jua tiba, lama menggerutu pun tiada gunanya, mau menyalakan cerutu tetapi haram hukumnya, lalu mau apa?

Beberapa meter lagi memasuki jalur Pantura, itu artinya perjalanan luar kota segera dimulai, tetapi kapan? Dua makhluk yang meminta dinanti ini tidak juga hadir disini.

Kok adoh men kacek’e?” akhirnya ada teman juga yang ikut menggerutu.

Lama, lama, lama.... nunggu, menunggu, menanti... kok lama ya?
.....

Akhirnya yang dinanti pun akhirnya kembali, Revo hitam plat AA membawa dua akhwat yang berkacamata namun sedang berkamuflase tiba juga. Mereka sampai, melintas dihadapan kami, lalu dipersilahkan mendahului, (kalau ditaruh belakang lagi, mesti akan tercecer lagi, saya berani garansi!).

Perjalanan dilanjutkan, jarak tempuh perjalanan masih 50 km lagi. Jarak yang lumayan jauh. Tiga motor melaju berjama’ah menuju batas kota dimana rombongan yang lain tengah menunggu kami disana. Saya dan Isnadi, Ukhti Mua dan Wiwik kemudian si pasangan “emas”, yang ternyata ikut pula menanti dua makhluk yang tercecer tersebut tetapi dilain tempat, berselisih jarak beberapa meter dari tempatku menunggu.

Langit hitam menggantung dibatas kota, mega-mega tebal menyelimuti suka duka perjalanan kami. Perjalanan baru akan dimulai, melibas angkernya medan jalan yang dihuni truk-truk tronton dan teman sejenisnya. Hujan kini mulai reda, cuaca sangat mendukung kala itu.

Bagi para musafir, ia dapat merasakan perjalanan ini terasa sangat singkat. Seperti halnya  hidup didunia, sekedar mampir untuk minum. Teruntuk bagi penulis, ia tidak bisa melihat akhir dari perjalanan ini. Ia hidup di dunia, sekedar mampir untuk menyediakan minum. (Adisa)

(to be continued) 


















Tuesday, November 1, 2011

Pelantikan FLP Semarang 2011-2013

Oleh: Caswitin
Koordinator Div. Karya Nonfiksi FLP Semarang 2011-2013

Pelantikan pengurus oleh Mb. Afra (Ka. FLP Jateng)
Tepat hari Ahad tanggal 23 Oktober 2011 telah berlangsung agenda besar FLP Semarang yang selama ini dinanti oleh semua pengurus FLP Semarang, yaitu Pelantikan Pengurus FLP Semarang periode 2011-2013 yang dikomandani oleh Akhina Syah Azis Perangin Angin sebagai ketrua terpilih pada Musyawarah Cabang FLP Semarang beberapa waktu yang lalu. Pelantikan kali ini dilantik secara langsung oleh Mbak Yeni Mulati atau yang lebih dikenal dengan Afifah Afra selaku Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Jawa Tengah.

Dalam kepengurusannya, Akh Azis selaku ketua FLP Semarang dibantu oleh 11 orang pengurus yang lain. Di antaranya yaitu Akh Agung, yang memiliki nama lengkap Roh Agung Dwi Wicaksono sebagai sekretaris dan bendaharanya yaitu Ukhti Titi Rochmah serta beberapa anggota lain yang terbagi dalam 3 divisi, Kaderisasi, Karya, dan Infokom.

Acara yang berlangsung di Masjid Al-Huda Tembalang tepatnya di depan kampus Polines Semarang tersebut berlangsung lancar. Selanjutnya para pengurus beserta bebarapa Anggota FLP Semarang melakukan musyawarah kerja dengan membahas rancangan program kerja yang sudah disiapkan oleh seluruh pengurus.

Di antara beberapa program kerja yang telah direncanakan pada raker kali ini yaitu akan diadakannya diskusi karya dari mulai fiksi, nonfiksi , drama/puisi, bedah karya, mengadakan lomba-lomba, menerbitkan buku fiksi dan nonfiksi dan masih banyak lagi.

“Pada periode 2011-2013 ini, FLP Semarang akan mencoba menampilkan wajah baru untuk meningkatkan kualitas karya para anggotanya,” kata Akh Azis selaku ketua FLP Semarang yang sekarang sedang menempuh kuliah S.2 di Magister Ilmu Lingkungan Universits Diponegoro, Semarang. (wiwik)

Monday, October 31, 2011

MusCab FLP Semarang 2011

Oleh: Syah Azis Perangin Angin
(ketua FLP Semarang 2011-2013)
Semarang, Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Semarang telah melaksanakan satu agenda besar yaitu Musyawarah Cabang atau yang sering deikenal dengan Muscab. Muscab kali ini diselenggaraka di TKIT As-Salam Mizen. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, muscab kali ini diselenggarakan selama 2 (hari) yaitu pada tanggal 30 September - 01 Oktober 2011. Muscab yang diadakan semabari melakukan mabit di TKIT As-Salam tersebut dihadiri oleh 15 orang anggota FLP Semarang. Namun sudah mewakili empat ranting yang ada di Semarang yaitu, Ngaliyan, Peleburan, Tembalang, dan Sekaran. 

Muscab kali ini cukup seru dan menarik karena dilakukan di pinggiran kota Semarang dengan pemandangan alam pedasaan yang indah. Di sekitar TKIT As-Salam terdapat persawahan dan perkebunan karet yang luas. Selain menyelenggarakan muscab, peserta juga bisa refreshing melihat pemandangan yang serba hijau sambil menghirup udara segar.

Bererapa agenda utama Muscab antara lain Laporan Pertanggungjawaban Pengurus FLP Cabang periode 2007-2009 serta pendimisoneran pengurus, pembahasan Rekomendasi dan rencana strategis FLP Semarang, pemilihan ketua FLP Semarang periode 2011-2013, serta pembentukan Struktur Organisasi. Semua agenda tersebut berjalan dengan baik karena peran aktif peserta dalam mengikuti acara.  LPJ Pengurus diterima walaupun masih ada beberapa catatan yang juga perlu menjadi perhatian pengurus pada periode berikutnya.

Sebagai bagian dari regenerasi terpilih ketua yang baru yaitu Syah Azis Perangin Angin, mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro menggantikan Winaz Nazula Fajrin Maulia. Syah Azis Perangin Angin merupakan alumni IAIN Walisongo yang pernah menjadi ketua Ranting FLP Ngaliyan periode 2009-2010. (nangin)









Sunday, October 30, 2011

Raker dan Pelantikan FLP Semarang 2011-2013