Thursday, December 27, 2012

Kisah Seorang Penjual Susu


Oleh: Fetrin Arisa Ningrum

Sudah hampir satu setengah tahun, saya melalui jalan yang sama menuju klinik tempat saya bekerja dengan sepeda motor setia saya setiap harinya, setiap pagi. Wajah-wajah masyarakat sekitar berlalu lalang di sepanjang jalan yang hanya berjarak 2 meter saja dari rel Kereta Api dan sangat dekat dengan Stasiun Tawang Semarang. Sungguh begitu banyak pemandangan yang mewarnai sepanjang jalan itu, karena hampir 75% jalan yang cukup panjang itu dijadikan tempat berjualan oleh penduduk sekitar, meski jika siang tiba hanya tinggal beberapa orang saja yang masih menjajakan barang dagangannya, agak berbeda dengan pasar-pasar di daerah lain yang bisa tetap aktif hingga malam menjelang. Ada beberapa sosok yang saya amati, meski sebenarnya bukan hanya sosok penjualnya, tetapi barang dagangannya juga. Ada ibu-ibu yang menjual sayur dan buah, bapak-bapak penjual ikan yang segar-segar, ada seorang nenek yang menjual kain dan pakaian bekas, dan para penjual lainnya yang sudah biasa kita lihat di setiap pasar tradisional pada umumnya. Namun, ada satu sosok yang amat saya soroti, setiap pagi, setiap hari, seakan tak pernah bosan, duduk seorang pria yang usianya saya perkirakan sekitar 30 tahun-an, berperawakan sedang, berjanggut tipis dan selalu memakai kopyah di kepalanya. Bapak itu setiap harinya menjual berliter-liter susu sapi segar yang dibungkus dengan plastik putih yang berukuran kecil hingga sedang. Ya, beliau adalah seorang penjual susu.
Setiap pagi selama satu tahun lebih itulah saya hanya bisa melihat bapak-bapak penjual susu itu sambil sambil mengendarai sepeda motor, jadi kemungkinan setiap pagi itu saya melihatnya dalam waktu kurang dari 10 detik. Namun dengan waktu beberapa detik itu bagi saya sudah sangat memberi cukup iktibar, pelajaran berharga bagi kehidupan saya. Padahal saya belum pernah membeli susu di tempat itu, belum pernah berbicara dengan bapak itu, ya, hanya dengan melihat tingkah laku, gerak-gerik bapak itu setiap saya lewat di depan bapak itu, saya selalu merasa mendapat angin segar, terkadang juga hati yang berdesir, sekali lagi, hanya dengan melihat tingkah lakunya saat itu dan hanya dalam waktu beberapa detik saja.
Setiap kali saya melewati bapak itu, sebenarnya ingin sekali rasa hati untuk berhenti, sekedar membeli sebungkus plastik kecil susu sapi itu. Sebenarnya saya memang eneg dengan susu sapi, tapi jika diberi atau dicampur dengan coklat saya juga doyan. Tetapi selalu saja, tidak jadi, entah mengapa sulit sekali rasanya untuk menghentikan laju motor saya ini, meskipun tidak ada seorang pembeli sekalipun. Jika sedang ramai pembeli saya berkata dalam hati, “Ah, banyak yang beli, nanti saya bisa terlambat..”. Namun entah mengapa, meski tidak ada seorang pun pembeli dan sebenarnya masih ada setengah jam sisa waktu sebelum saya dikatakan terlambat, tetap saja, saya merasa susah untuk berhenti di tempat itu.
Sungguh bukan karena saya merasa jijik dengan lingkungan sekitar penjual susu itu, bukan pula karena penampilan penjual susu itu yang membuat saya enggan membeli susu di tempat itu. Tetapi karena saya merasa minder, malu, rendah diri atau kata-kata sejenisnya pada bapak itu. Pasti banyak yang bertanya dalam hati mengapa saya bisa minder hanya dengan seorang penjual susu? Bukankah saya seorang sarjana dan mempunyai pekerjaan yang cukup baik di sebuah klinik? Lalu mengapa, apa sebabnya hingga saya merasa minder dengan penjual susu itu?
Bapak-bapak itu, sebut saja Abdullah.. Karena saya yakin bahwa beliau seorang hamba Allah. Bagaimana tidak disebut sebagai hamba Allah, jika setiap pagi, setiap kali saya melihat beliau, dari wajahnya selalu terpancar cahaya, tingkah lakunya yang santun saat berhadapan dengan para pembelinya dan mushaf Al-Qur’an yang berukuran kecil selalu terlihat di tangannya, selalu dibacanya saat sedang tidak ada pembeli. Subhanallah.. Itulah yang membuat saya merasa minder pada beliau. Saya yakin, derajat/ tingkatan beliau dalam Pandangan Allah pasti lebih tinggi, jauh lebih tinggi, dibandingkan dengan saya.
Saya yang terkadang masih suka menunda melaksanakan sholat dengan dalih pasiennya belum pulang, padahal pasien sudah tinggal menunggu obat dari apotik, takut kalau tiba-tiba ada pasien datang dan alasan-alasan yang sebenarnya masih kurang kuat untuk menjadi alasan menunda waktu untuk melaksanakan sholat tepat waktu. Atau terkadang tidak lupa membawa mushaf Al-Qur’an di tas tetapi seakan-akan tidak ada waktu untuk membacanya walau hanya 5 menit, namun mempunyai cukup banyak waktu untuk mengobrol dengan rekan kerja, untuk makan dengan santai dan menemani pasien di UGD yang sebenarnya sudah tidak masalah jika ditinggal, karena tindakan medis sudah selesai, hanya menunggu proses administrasi saja. Selalu saja banyak alasan.. Astaghfirullahal’adzim.. Sungguh, hamba belum bisa mempergunakan kesempatan waktu yang Engkau berikan dengan sebaik-baiknya, seoptimal mungkin. Ampuni hamba Ya Allah.. Aamiin..
Sungguh berbeda sekali dengan saya, jika saya mempergunakan waktu luang di saat jam kerja untuk mengobrol dengan rekan kerja, membaca buku atau hal-hal lain yang sebenarnya bisa diganti dengan kegiatan yang jauh lebih bermanfaat untuk akhirat saya, penjual susu itu selalu mempergunakan waktu luangnya untuk dzikrullah.. Suatu saat saya pernah melihatnya sedang memegang tasbih, atau jika tidak dengan tasbih terlihat jari-jarinya bergerak tanda berdzikir. Di lain waktu pun saya pernah menjumpainya sedang tadarus/ membaca Al-Qur’an, meski tidak terdengar suaranya. Rasa-rasanya tidak pernah sekalipun saya melihat beliau sedang melamun atau duduk terdiam di kiosnya itu sambil ber-SMS atau bertelepon ria. Sungguh manajemen waktu yang baik dan sebuah pemandangan yang indah di tengah zaman yang memprihatinkan ini.
Allah SWT berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al-Hujuraat (49): 13].
Sungguh, hanya Engkau yang Tahu betapa rendah dan hinanya hamba di hadapan-Mu, Ya Allah.. Jujur, di kedalaman hati saya, saya sungguh merasa minder dengan seorang penjual susu yang sholeh itu. Saya benar-benar banyak belajar dari beliau, meski tentunya beliau tidak menyadarinya. Ya, hanya dengan melihat atau menyaksikan akhlaq beliau yang begitu indah.. Belum dari kata-katanya atau bahkan tindakan nyata yang ditujukan untuk saya.
Saya benar-benar kagum dengan pribadinya, jika bisa dibilang saya fansnya.. Bukan lelaki yang berparas rupawan, yang gaya rambutnya selalu mengikuti trend terkini (yang sebenarnya menurut saya jauh dari indah bila dilihat), yang saya kagumi, melainkan lelaki atau ikhwan yang berhati mulia dan berakhlaq indah yang selalu membuat hati dan pandangan saya terasa adem. Tetapi jangan salah sangka saya hanya mengagumi, nge-fans dengan akhlaq beliau, bukan suka, naksir apalagi cinta pada beliau, karena saya yakin beliau pasti sudah berkeluarga.. J Bukan nge-fans pada orangnya, melainkan pada tingkah lakunya, akhlaqnya dan kebaikan agamanya. Jika Anda juga memiliki hal ini, mungkin saya pun akan kagum, nge-fans pada akhlaq Anda, bukan pada diri Anda. Pada objeknya bukan subjeknya, masih ingat pelajaran Bahasa Indonesia saat kita SD dulu, kan? ^_^
Sungguh, bila kita lebih jeli, akan ada suatu peristiwa, kejadian, maupun seseorang di sekitar kita yang dapat kita ambil sebagai iktibar, pelajaran berharga untuk hidup kita. Karena kita sedang menempuh study yang tiada pernah lulus hingga waktu yang telah Allah tentukan, di Universitas Kehidupan ini. Waktu yang telah Allah tentukan bagi hamba-Nya itu adalah kematian. Kita bisa disebut lulus bila setelah kita meninggalkan Universitas Kehidupan (dunia) ini, amal ibadah yang kita lakukan di dunia ini cukup sebagai bekal untuk ke negeri abadi dan bisa menyelamatkan diri kita dari siksa dan azab kubur serta api neraka yang menyala-nyala. Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka disebut Gatot (gagal total) dan siksa yang berat silih berganti. Na’udzubillahimindzalik..
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl: 90).
"Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang berakal." (QS. Al-Baqarah: 269).
Suatu pagi, entah esok pagi, lusa atau beberapa hari lagi, saya akan memberanikan diri menghentikan sepeda motor saya di tempat itu dan bertanya, “Pak, beli susu coklatnya satu, yang putih satu. Harganya jadi berapa, Pak?”. Entah apa yang akan menjadi jawaban Abu Abdullah itu.. Dan entah, susu murni yang tidak dicampur apa-apa itu, akan saya berikan kepada siapa? Karena sebenarnya saya eneg alias tidak doyan.. Ada yang mau? J

                        Detik-detik menunggu Adzan Dhuhur,
                                                Bumi Allah, Semarang, 24 Desember 2012
Biografi Pengarang

Nama saya Fetrin Arisa Ningrum. Ingin sekali memakai nama Fetrin Az-Zahra sebagai nama pena saya. Lahir di Semarang, 4 Februari 1988. Saya seorang perawat di sebuah klinik swasta di Semarang. Sebelumnya sejak tahun 2009 saya suka menulis di catatan FB meski tidak sering juga. Namun baru-baru ini mulai PD mengirimkan tulisan saya ke publik dan tidak lama ini telah mengirimkan cerpen pertama saya di Sayembara Menulis yang diadakan oleh Ust. Burhan Sodiq. Kisah Seorang Penjual Susu ini merupakan cerpen kedua saya yang saya kirimkan ke publik dan Saya ingin berbagi melalui blog lingkar pena. Saat ini saya memang lebih menyukai membaca dan mendengarkan dibandingkan dengan menulis. Namun semoga suatu saat saya juga akan menyukai menulis sama seperti kesukaan saya terhadap membaca dan mendengarkan. Semoga suatu saat saya bisa juga menjadi penulis hebat seperti penulis idola saya, Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa dan Kang Abik.. Aamiin,, Insya Allah..
Kontak: akhwat_fan@yahoo.co.id (FB dan twitter) dan annisa.fetrin@gmail.com (e-mail).
Syukron.

3 Komentar:

  1. Syukron sudah memuat tulisan saya.. Jadi, malu.. Masih banyak tulisan yang salah ketik.. Jazakumullahu khoiron katsiron.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. setelah dapat iktibar terus bagaimana ukh? :D

      Delete
  2. sip ngga masalah yang penting mau menulis dan berani mempublikasikan..

    ReplyDelete