Monday, November 7, 2011

Cerita Idul Adha: ~nothing special today --"~


Oleh: Syifa Azmy Khoirunnisa,
(Penggiat Sastra FLP Semarang)

Pagi ini tidak seperti biasanya. tumben aku terbangun jam tiga subuh. tapi bukannya bangun, sholat malam, aku malah berusaha sekuat tenaga untuk dapat memejamkan mataku lagi. entah itu karena efek serangan sakit kepala malam harinya atau apalah aku tak tahu. setelah mencoba kembali tidur, lagi-lagi aku terbangun. kali ini pas ketika waktu subuh telah tiba. aku pun beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu. Dan selesai sholat subuh, aku sama sekali tidak mendengar alunan takbir di sekitarku. Benarkah ini hari Raya Idul Adha? Mengapa Sepi? Mana suara takbir yang selalu menyemarakkan suasana hari raya? Aku sangsi. bukannya segera mandi, aku malah membuka laptopku, kuplay al-matsurat pagi, dan online deh.. Siapa tahu ada orderan di pagi hari ini. Hehe.

Tepat pukul 05.30, teman-teman kontrakanku belum ada yang terbangun juga. Aku paling malas membangunkan orang, apalagi menyuruh-nyuruh mereka untuk sholat. Bukan apa-apa.. Karena kurasa sudah saatnya kedewasaan mengiringi tingkatan komitmen ibadah juga, bukan? Tidak lagi seperti adikku yang tiap subuh, tiap waktunya sholat harus selalu kuingatkan (jika mamahku sedang pergi). Aaahh entahlah. yang jelas begitulah aku. Angkuh mungkin. Tidak peduli sesama mungkin juga. terserah apa kata orang. karena aku tetaplah aku. EGOIS xP

Ketika pandanganku sedang berselancar di tengah lautan batik, hapeku bergetar. Ooh ada sms ternyata, dari temanku, Tiara. Intinya dia menanyakan rencana dia akan sholat ied bersama kami. Setelah bersms ria dengan Tiara, barulah aku tergerak untuk mandi.

Akhirnya seselesainya aku mandi, teman-temanku sudah terbangun semua. Mereka bergantian mandi. Pagi tadi kami terburu-buru berangkat ke masjid karena kami memang sudah kesiangan, dan benar saja.. Sesampainya di masjid kami kebingungan mencari lahan kosong. Pojokan yang tersisa setengah sajadah pun jadi, daripada sholat di tangga *ngarang banget deh.

"Syif, kau tidur?" kata Tiara membuatku tertegak ketika ada yang numpang lewat saat khutbah. "Iya, tapi masih bisa mendengar kok." Jawabku. Aku mengantuk? Bukan. Aku hanya ingin menutupkan mukenaku pada wajahku dan menunduk. Aku merasa sepi. Dalam hati aku bertanya-tanya "Adikku Sholat Ied dengan siapa jika aku di sini? -- ooh aku baru ingat sekarang kan ene (nenek) ada di rumahku, jadi tak mungkin mamah dan suaminya pergi lebaran di tempat lain meninggalkan adikku. syukurlaah..." Pergulatan seperti itu lah yang terjadi dalam hatiku. Aku bukan sedang merasa sepi karena Idul Adha kali ini aku di Semarang, jauh dari keluarga, tidak ada daging sapi, kambing atau apalah. Bukan itu yang aku pikirkan. Karena hal semacam itu sudah sangat lama terkubur dalam-dalam -dalam- diriku. Mungkin itu sejak dua tahun yang lalu, tiga tahun yang lalu, atau kapan tepatnya entahlah aku tidak ingat. Bahkan sangat tak pantas untuk kuingat. Aku hanya sedang merasa kehilangan adikku. Aku merindukannya ternyata. "Apa kabar kau, De? jadi gak lomba ngaji mewakili kecamatannya?" aahh sungguh aku ingin menanyakan hal itu langsung padanya, tidak melalui mamahku. 

Pulangnya, aku, Isna, dan Khas mengambil jalan yang berbeda dengan jalan ketika kami berangkat. Aku berbicara seperti ini, "pergi dan pulang dengan jalan yang beda dimaksudkan supaya kita lebih banyak bersilaturahmi dengan orang-orang. Tapi jika kenyataannya kita tetap saja seperti ini, hanya bertiga saja gimana? ah sudahlah." sepertinya memang sudah menjadi kecenderungan mahasiswa bersikap seperti itu. hanya menumpang tinggal di tempat orang untuk menuntut ilmu (kuliah) tanpa peduli pada sekitarnya. hmm...

Sampai di kontrakan... Allah memang Maha Adil. Dia tahu bahwa keuanganku sedang sekarat. Hahaa... Pagi tadi alhamdulillah telah terjadi transaksi yang lumayan besar. Insya Allah labanya cukup untuk makan seminggu :) maka langsung kukeluarkan motorku, kupanaskan dia, dan aku langsung tancap gas ke ATM untuk transfer ke toko batik.

Di jalan menuju pulang, aku melihat sekilas prosesi penyembelihan sapi di masjid tempat aku dan teman-teman solat tadi. Subhanallaah... Beruntung nian orang yang sudah bisa berkurban. Seekor sapi itu kelak bisa menjadi kendaraannya ketika melintasi jembatan sirotol mustaqim. Aku bergumam dalam hati untuk menyemangatiku, ~insya Allah aku tahun depan bisa berkurban :)~ 

Tidak sampai 20 menit aku sudah kembali lagi ke kontrakan. Sambil sibuk smsan dengan pelanggan, kulihat teman-teman sedang menonton film kartun islami. Dalam hati ingin sih ikut menonton. Tapi tempatnya sangat tidak PW (posisi wenak) untuk menonton bersama bagiku. Aku pun lebih memilih untuk bermesraan dengan kasurku lagi ditemani novel Ranah 3 Warna. Ahahaa... oh iya sempat sebelum aku masuk kamar, aku melemparkan candaan -mungkin sindiran- pada teman-teman yang sedang menonton, "tumben insyaf?" Wkwkwk... kayak sendirinya sudah insyaf saja. Padahal aku sama sekali tidak lebih baik seujung kuku pun dari mereka. please forgive me, friends...

Dengan membaca Ranah 3 Warna, alhamdulillah aku bisa tersenyum dan tertawa. apalagi kalau ditambah rasa syukur atas rejeki hari ini, dan rasa senangku karena adikku tahun ini bisa ber-idul adha dengan mamah, nikmatnya berbagi empat helai roti tawar dengan temanku, makan bersama mereka -tak ada daging, pecel pun jadi-. 
maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang akan kau dustakan? 
Alhamdulillaaaaah, Yaa Robb.... Terima kasih atas berkah-Mu hari ini :))

~but today is totally super special :)~  (si Famysa, besok UTS lagi)

0 Komentar:

Post a Comment