Saturday, July 20, 2013

#9 Kisah Ramadhan Pejuang Pena Semarang



Alarm Ramadhan
oleh An Maharani



Kring... Kring… Kring...

Hal pertama apa yang aku pikirkan saat bangun tidur? Mata merah, wajah gelisah, saraf simpatik mulai meraba dunia nyata. Alhamdulillah, sudah semestinya kubersyukur untuk bangun dari kematian sementara. Apalagi, saat mengetahui bahwa minggu ini sudah masuk ke sepuluh hari kedua bulan mulia. “Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?”

Ponsel kuning mama selalu setia membangunkan kami. Tak pernah telat dari jadwal yang ku-setting sebelumnya: jam 03.00 WIB. Kadang, aku malas untuk membuka mata, namun mama selalu memaksaku untuk bangkit dari tempat tidur.

“Ayo, bangun, kalau ga mau tahajud kesiangan!”

Haha.. Aku sering mendirikan shalat malam mendekati sahur. Minggu pertama merupakan minggu adaptasi yang berat untukku. Biasanya aku bangun mendekati shubuh. Shalat malamnya juga mendekati shalat shubuh. Namun untuk ramadhan kali ini, aku ingin manajemen waktu tertata rapi. Tak boleh begadang malam-malam, untuk mendapatkan kesempatan shalat malam. Bacaan Al Qur’an-pun harus ditingkatkan. Ga boleh ada agenda malas-malasan, termasuk menghidupkan shalat berjama’ah di masjid. Selang waktu sahur dan adzan shubuh tak berlangsung lama, paling sekitar sepuluh menit. So, buat apa untuk melanjutkan tidur lagi? Kali ini harus ada perlawanan dari musuh bebuyutan yang bernama:
rasa kantuk dan malas!

Pernah aku mengirim pesan singkat kepada para sahabat untuk melawan rasa kantuk:
“Semangat Pagi itu adalah ketika engkau melawan rasa kantuk dengan membaca Al Qur’an. Have a nice day!”

Tak dikira, SMS itu sangat ampuh untuk hari-hari berlanjutnya. Alhamdulillah, aku berhasil menekan rasa ngantuk dengan membaca Al Qur’an. Wow, bahkan sampai matahari terbit, aku tak punya hasrat untuk tidur lagi. Efeknya pas kerja di kantor? Benar-benar tak menimbulkan kantuk juga. Hal ini merupakan kenikmatan ‘SEMANGAT PAGI’. Pernah suatu hari, usai shalat shubuh kemudian tidur lagi sampai beberapa jam, efek puasa jam berikutnya; badan sangat lemas dan ngantuk lagi. Aku benar-benar heran lalu hijrah untuk menanamkan kebiasaan baru untuk tidak tidur lagi usai sahur dan shalat shubuh.

Aku ingin berbagi kisah tentang kejadian hikmah yang terjadi dalam minggu ini. Aku mungkin tak akan bisa melupakan deretan kisah tersebut. Insya Allah, bisa untuk pelajaran dan sarana pengingat ‘alarm’ bagi kita, khususnya umat muslim pada umumnya.
--
Berita lelayu dari rekan kerjaku pada hari Senin (15/07), sempat membuat bulu kudukku berdiri. Beliau meninggal akibat penyakit jantung dan diabetes mellitus sebagai pendukung lainnya.  Padahal, aku baru saja mengenal beliau dalam beberapa pertemuan nasional. Beliau beragama Nasrani dan berdomisili kerja di Papua. Tetap saja, meski berbeda, aku turut berduka cita atas sepeninggalnya. Aku baru mengetahui kejadian itu saat Selasa pagi. Pada malamnya juga ada tetangga jauh (di RT Masjid yang sering kusinggah untuk terawih) meninggal juga. Tak berhenti cukup di situ. Pada Jum’at (19/07) siang lalu, ada orang tua rekan kerja di Dinkes yang meninggal juga. Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun..

Setiap mendengar berita lelayu dari mana saja, selalu membuat batinku bertanya; ‘Kapankah tiba giliranku? Apakah aku sudah siap untuk menghadap-Nya? Amalan terbaik apa saja yang sudah kuberikan?’ Aku menggigit bibir dan tak ingin jika Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan terakhir untukku…

Atas semua berita lelayu itu, sang penceramah shalat terawih memberikan tausiyah yang menyejukkan kalbu (16/07). Aku hanya menuliskan beberapa point penting di lembar buku harian, kemudian aku lengkapi saat browsing di internet. Yap! Sumber inspirasi dan ilmu bisa diperoleh lewat jalur mana saja. Akses dunia maya pada era globalisasi ini sangat luas. Kita bisa memanfaatkannya dengan mencari ilmu yang bermanfaat. Berikut uraian yang disampaikan sang ustadz (anonym, aku lupa nama beliau). Semoga ilmu beliau semakin barokah..

Enam Nasihat Imam Ghazali kepada Muridnya
Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al-Ghazali bertanya...

Pertama, "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"
Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman dan kerabatnya.
Imam Al-Ghazali menjelaskan semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "mati". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Check ayat
Ali Imran : 185 ^_^

Kedua, " Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?"
Murid-muridnya ada yang menjawab negara China, bulan, matahari dan bintang-bintang. Lalu
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahawa semua jawapan yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "masa lalu". Siapapun kita, bagaimanapun kendaraan kita, tetap tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh karena itu, mohon ampun atas segala dosa kita di masa lalu. Check ayat
Al ‘Ashr : 1-3 ^_^

Ketiga, "Apa yang paling besar di dunia ini?"
Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi dan matahari. Semua jawapan itu benar kata Imam Ghazali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "nafsu".
Justru nafsu yang menguasai diri, menyebabkan manusia gagal menggunakan akal, mata , telinga dan hati yang dikurniakan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus hati-hati dengan nafsu, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.
Check ayat Al A’raf: 179 ^_^

Keempat, "Apa yang paling berat di dunia ini?" 
Ada yang menjawab baja, besi dan gajah. Semua jawapan hampir benar, kata Imam Al-Ghazali, tapi yang paling berat adalah "memegang amanah". Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka kerana tidak sanggup memegang amanah dengan baik.
Check ayat Al Ahzab: 72 ^_^

Kelima, "Apa yang paling ringan di dunia ini?"
Ada yang menjawab kapas, angin, debu dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Al-Ghazali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "meninggalkan solat". Begitu mudahnya saat kita terhanyut oleh urusan dunia, sehingga melupakan urusan akhirat yang lebih utama. Padahal shalat adalah suatu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Check ayat Al Baqarah: 153 ^_^

Keenam,"Apakah yang paling tajam di dunia ini?"
Murid-muridnya menjawab dengan serentak; pedang. Benar kata Imam Al-Ghazali, tapi yang paling tajam adalah "lidah manusia". Melalui lidah, manusia dengan begitu mudah menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. Check ayat An Nuur : 24 ^_^


Enam nasihat yang sekaligus membuka hati, pikiran, dan wawasan untuk menyikapi hidup lebih baik serta menghargai berjalannya waktu. Aku tak bisa membayangkan jika sehari di akhirat ibarat seribu tahun di dunia. Berapa lama waktu yang kulalui untuk menjalani siksa akibat dosa-dosa? Astagfirullah.. Ya Rabb, ampunilah dosa-dosa kami…

22:47
Sahih International
And they urge you to hasten the punishment. But Allah will never fail in His promise. And indeed, a day with your Lord is like a thousand years of those which you count.
Indonesian
Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu (QS Al Hajj: 47)

An Maharani Bluepen
#renungan
Ramadhan Penuh Cinta,
Setiap hari ada cinta di dalamnya..

11 Ramadhan 1434 H/ 20 Juli 2013 M

3 Komentar:

  1. tulisan arabnya ga muncul, ya?
    hehe..
    saya beri alamat link aslinya di postingan blog:
    http://www.aniamaharani.blogspot.com/2013/07/ramadhan-penuh-cinta-2-alarm-ramadhan.html

    #terima kasih..

    ReplyDelete
  2. Sebuah Nasehat untuk bermuhasabah diri.. menjadi pribadi yang terus berusaha menjadi yg lebih baik lagi di Hadapan-Nya..

    ReplyDelete