Thursday, November 1, 2012

AKU DAN FLP



Bismillahirahmanirahim

Minggu yang lalu aku pulang dari Kota Garam untuk kembali ke Semarang. Seperti biasa aku akan naik bis ke Sukun, dan menunggu Mas Dimas (kakakku) menjemput dan mengantarku sampai kos.
Selama di perjalanan sepanjang sore itu, seperti biasa juga aku menceritakan apa yang terjadi selama di rumah, apa yang aku alami atau ia akan menceritakan apa yang baru saja ia lakukan. Kami mengobrolkan tentang apapun.
Di ujung cerita, keluar satu kalimat penutup ceritaku. “Kadang aku merasa iri, mas..”
Rasa-rasanya setelah mengucap itu beban seperti telah mencair perlahan. Kata yang sesungguhnya ingin aku beberkan jauh-jauh hari namun kuurungkan.
“Manusiawi”. Jawaban yang singkat.
Aku menghela nafas, sehening mungkin agar ia tak mendengarnya. Ya, jawaban seperti itu sangat klise menurutku.
Tak lama kemudian, ia justru bertanya: “Sekarang begini, kamu ingin jadi ikan kecil di kolam yang kecil, ikan kecil di kolam besar, ikan besar di kolam kecil, atau ikan besar di kolam yang besar?”
“Ikan besar di kolam yang besar”, jawabku.
“Iya, tapi ikan yang besar dulunya adalah seekor ikan yang kecil, nok.”
Aku sedikit terhenyak.
“Kamu saat ini ibarat seekor ikan yang kecil di kolam kecil. Jika kamu ingin berada di kolam yang besar, jadilah kamu ikan yang besar dulu.
Mengapa ikan kecil dimasukkan ke kolam yang kecil? Itu karena sesuai porsinya. Ikan kecil itu akan dibiarkan tumbuh berkembang di tempat yang sesuai untukknya. Ketika ia sudah mulai besar, maka manusia akan memindahkannya ke kolam yang lebih besar.
Sedangkan jika ikan besar masih berada di kolam kecil ia sendiri tak akan berkembang. Ikan yang sudah membesar itu pun juga akan mengganggu bahkan akan memangsa ikan-ikan kecil yang juga berada di dalamnya.
Nah kalau kamu jadi ikan yang masih kecil, tiba-tiba sudah minta dimasukkan ke dalam kolam yang besar, tahu apa yang akan terjadi?
Kamu tidak akan pernah terlihat. Mereka akan sulit melihatmu, meski kamu seekor ikan yang indah, mampu berenang dengan baik, tapi tidak akan banyak yang tahu bahwa kamu ada. Bahkan sangat mungkin terjadi kamu akan dilahap oleh ikan-ikan yang jauh lebih besar darimu.
Mungkin saat ini memang kamu masih menjadi ikan kecil di kolam yang kecil. Berusahalah untuk berkembang di dalam kolammu yang kecil, sehingga mereka akan lebih mudah melihatmu tumbuh menjadi besar. Setelah engkau mampu membesarkan dirimu di kolam yang kecil, dengan sendirinya engkau akan dipindahkan ke kolam yang lebih besar.”
Mataku berkaca-kaca, dan akhirnya tumpah bendungan air mataku ini, untung saja mas Dimas tak melihatnya. Rasanya semua kata-katanya tadi telah menorehkan makna yang luar biasa.
“Kamu sudah selesai membaca novel yang baru saja kamu beli kemarin?”
“Sudah mas, bagus.”
“Nah, kamu tahu kan orang-orang besar seperti mereka dulu sekolah dimana? Apakah mereka sekolah di tempat-tempat yang keren, yang terkenal, mahal dan bergengsi?”
“Tapi mas, bukankah dengan sekolah di tempat-tempat yang luar biasa seperti itu lebih menjanjikan melahirkan generasi-generasi yang luar biasa, pengalaman dan ilmu yang didapat dari sana lebih banyak.”
“Nok, mereka yang bisa sekolah di tempat yang luar biasa memang menang satu tingkat dari orang yang sekolah di tempat yang biasa. Tapi, banyak orang yang cepat merasa puas bahwa ia bisa sekolah di tempat itu, sehingga seringkali lupa bahwa langkah-langkah selanjutnyalah yang menentukan masa depan. Dengan perasaan puasnya itu mereka terlenakan, lebih sering bermain, berfoya-foya dengan membanggakan status tempatnya bersekolah. Tapi bukankah sudah banyak contoh nyata, bahwa orang-orang yang tempat tinggalnya di pedesaan, jauh dari peradaban kota dengan kondisi yang memprihatinkan, kemiskinan, sekolah yang reot, dan segala keterbatasan lainnya, justru semua itulah pembangkit semangatnya untuk berjuang sehingga pada akhirnya merekah yang akan menang. Belajar itu bisa dimana saja, yang terpenting adalah semangat dan niat kita.”
Ya, kupikir jika aku hanya terus meratapi kegagalanku yang lalu, itu akan membuatku yang kalah justru semakin kalah. Setiap orang bisa saja kecewa, tapi selalu ada cara untuk mengelolanya.
Untuk itu, aku mulai mencoba berbagai cara untuk “membesarkan diri”, mengembangkan potensi, belajar dari manapun, kepada siapapun dan sampai kapanpun InsyaAllah. Aku akan membangun cinta menulis agar mampu menginspirasi orang lain seperti halnya penulis-penulis yang telah banyak menginspirasiku melalui buku-bukunya. Dan aku memilih Forum Lingkar Pena (FLP) untuk mengembangkan kecintaanku dan kemampuanku. Kekecewaanku karena terlambat mendapat info open recruitment FLP kemarin, mungkin karena Allah ingin aku lebih banyak belajar terlebih dahulu. Aku berharap bisa bergabung dengan FLP untuk belajar bersama dan membangun ukhuwah serta menemukan iman yang tak sendiri. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
 


Biodata

Nama   : Destya Sekar Ayu
Hobi    : membaca, menulis dan traveling
Riwayat Pendidikan:  1. TK Bhayangkari
                                    2.  SD N Leteh III Rembang
                                    3. SMP N 2 Rembang
                                    4. SMA N 1 Rembang
                                    5. UNNES (IKM 2011)

0 Komentar:

Post a Comment