Thursday, November 1, 2012

AKU DAN FLP



                            Oleh: Alissyfa
Cinta pertamaku pada FLP bermula sekitar 5 tahun lalu. Ketika itu menjelang liburan sekolah setelah kelulusan SMP. Bisa dibayangkan roman kehidupan seorang gadis kecil yang kaku, masih bingung, meraba-raba mana bentuk, mana topeng untuk dipakai saat berkumpul bersama teman-teman. Agaknya peristiwa pada cinta pada pandangan pertama ini berbuntut panjangm, hinga kini, kini aku duduk di semester 6, di sebuah Universitas Islam yang sering kali kusebut “The Andaluslan University”.
Ketika itu, setelah seusai pulang dari pendaftaran siswa baru di SMA ! Purwodadi, yang katanya ‘sekolah favorit’. setibanya dirumah, ternyata kakak laki-lakiku yang sulung juga baru saja sampai kampung halaman, ‘mudik’. Dulu merupakan istilah asing di telingaku. “Dek, aku bawa buku bagus”. Kata masku pendek. Buku sedang dengan warna merah tua, bergambar wanita dengan jilbab diusung judul ‘gara-gara jilbabku’ diujung paling atas buku tersebut. Tak lupa torehan nama penulis di bawahnya: Asma Nadia, dkk.” Wah novel religi. Nggak gitu tertarik, paling ceritanya sama, kesedihan, monoton, dan penuh kepasrahan”. Jawabku sambil bergidik. Masku hanya tersenyum kecil. Lalu mengusap kepalaku dan meletakkan buku itu ditanganku .
Meski minatku pada tiap genre bacaan selalu berubah-ubah (tergantung mood), akhirnya kubaca juga buku bernuansa novel tersebut. Selembar, dua lembar, 15 menit, setengah jam, semalam suntuk kupaksa untuk menyelesaikan bacaan ‘kecil’ yang memancing rasa penasaranku. Tumpahan kisah haru, tentang perjuangan mengibarkan ‘panji’ jilbab yang dituturkan sangat apik, mulai dari Ifa Avianty, Jazimah Al-Muhyi, Maya Lestari G.F, Leyla Imtichonah, dan Asma Nadia sendiri tentunya, berbekas rasa heran. Heran pada diriku sendiri. Satu kalimat dari Andi Tenri Dala F, dia bilang : “tiada yang membelenggu kita kecuali pikiran kita sendiri”. Glek. Aku sadar meskipun pura-pura masih bermimpi. Kendala akhwat yang satu ini pun sama denganku, kurasa hobi berrmain musik sangat tidak pantas dimonopoli orang-orang dengan penutup kepala ini.
Takut di cap sok alim? tidak juga. Cuma rasanya terlalu aneh saja, apa kata orang nanti jika melihat pemain musik, gedombrangan pula, dan gitaris atau violisnya seorang wanita berjilbab? “Namun rasanya seperti jatuh cinta pada seseorang tapi tidak bisa mengungkapkannya”. tutur salah satu penulis di buku tersebut. Begitulah, karena pada dasarnya saya suka membaca buku bermakna, ( cieee……), maka begitu pun buku tersebut mulai merasuki rongga hati mengalir deras bersama ketupan semangat penuh inspirasi dari para penulisnya. Belakangan baru ku tahu semua nama penulis yang telah kuceritakan itu sebagian besar adalah pejabat FLP di kota tempat mereka tinggal. Luar biasa. Bisa-bisa nya masku mengganti ceramah hariannya yang membosankan itu dengan memberiku buku cantik ini. Trik yang cukup cerdas, ( thanks ya mas, jika boleh kusebut dirimu sebagai agen pengantar hidayah kecil ini untukku ^_^ ).
Masa orientasi siswa kuputuskan untuk berjilbab. Sedikit banyak aku bercermin pada kisah-kisah di buku tersebut. Alhamdulilah hingga sekarang, selalu kutemukan lagi goresan nasihat, saran nan manis dari para dakwatun nisa’ ini tiap kubaca buku tersebut, Andaikata suatu saat nanti aku bisa berdiri pada mereka, di satu celah sastra yang masih kusimpan di hati, betapa aku berharap semoga mereka berkenan menurunkan ilmu ‘kanuragan kepenulisan islami’ ini, untuk kusalurkan ulang pada generasi sesudahku, semoga saja…
Semarang, 7 Juni 2012
      22.05 WIB

Lianata Hidayati, bernama pena Alissyfa, Lahir di Grobogan, 21 Oktober 1991, penikmat sastra, penulis-pemula, berminat pada travelling, literatur, dan dunia berbau seni, terutama seni musik. Saat ini meneruskan studi di Universitas Islam Sultan Agung Semarang, di Prodi pendidikan bahasa Inggris, Semester 6, bisa dihubungi lewat email : electra91@gmail.com

0 Komentar:

Post a Comment